Kamis, 31 Juli 2008

Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia

Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologi pertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri yakni:
a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian (alsintan) masih lemah,
b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih kurang,
c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,
d. dukungan perbengkelan masih lemah,
e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,
f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dan
g. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun.

Faktor – faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya adalah :
• Permodalan
Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu untuk membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.

• Kondisi Lahan
Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen
• Tenaga kerja
Tenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak penganguran
• Tenaga Ahli
Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian.
Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanian yang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.

Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi alat dan mesin pertanian adalah:
(1) menyiapkan perangkat peraturan perundangundangan tentang alsintan,
(2) menumbuh kembangkan industri dan penerapan alsintan,
(3) mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan,
(4) mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakreditasi di daerah dalam rangka otonomi daerah,
(5) mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan alsintan

Pengertian Mekanisasi Pertanian

Teknologi pertanian sering dipahami sebagai penggunaan mesin-mesin pertanian lapang (mechanization) pada proses produksi pertanian, bahkan sering dipandang sebagai traktorisasi. Pemahaman seperti itu dapat dimaklumi karena introduksi teknologi di bidang pertanian ketika itu diawali dengan gerakan mekanisasi pertanian untuk memacu produksi pangan terutama dengan penerapan traktor seperti percobaan mekanisasi pertanian di Sekon Timor-Timur tahun 1946, pool-pool traktor pada tahun 1958, perusahaan bahan makanan dan pembukaan lahan tahun 1958, serta PN. Mekatani (Mekanisasi Pertanian) tahun 1962.

Mekanisasi pertanian diartikan secara bervariasi oleh beberapa orang. Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian. Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yang mengartikan bahwa pada saat ini teknologi mekanisasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik. Jenis teknologi tersebut digunakan baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian.

Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani. Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwa perkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan (konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukan teknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologi mekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yang disebabkan kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksi sendiri untuk digunakan oleh petani mereka.

Suatu hal yang paling mendasar yang masih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian di Indonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik, sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian. Pengelolaan lahan, pengaturan dan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian, dan masih banyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh dan profesional.
Relevansinya dengan hal tersebut, beberapa hal penting yang harus dilaksanakan antara lain adalah merencanakan atau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan). Selain itu juga mendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana pertanian sampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern. Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembada pangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan. Apabila hal tersebut benar-benar kita miliki, maka dalam menghadapi era global nanti kita sudah punya bekal paling tidak ketahanan pangan dalam menghadapi beberapa goncangan. Dengan ketahanan pangan berarti bahaya kekurangan pangan atau kelaparan akibat tajamnya persaingan pada era global dapat dihindarkan. Pada akhirnya kita punya modal kemandirian minimal dalam satu aspek pangan dan beberapa aspek lainnya misalnya keutuhan bangsa dan semangat untuk berkompetesi demi kemajuan bangsa yang berdaulat dan bermartabat